Ragam komentar warga terkait wacana taksi dari terbebas ganjil genap
14 Agustus 2019 10:09 WIB
Kendaraan terjebak kemacetan di kawasan Casablanca, Jakarta, Selasa (13/8/2019). Masa uji coba perluasan kawasan ganjil genap di DKI Jakarta berimbas pada kemacetan di sejumlah ruas jalur alternatif. ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.
Jakarta (ANTARA) - Sejumlah warga DKI Jakarta mempertanyakan keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mempertimbangkan taksi daring terbebas dari kebijakan pembatasan kendaraan dengan pelat nomor ganjil genap.
Salah satunya warga Jakarta Barat, Robin (27), mengaku sangat mendukung kebijakan Pemprov DKI Jakarta.
“Saya setuju dengan kebijakan sistem ganjil genap. Apalagi tujuannya baik, biar enggak macet," kata Robin di Jakarta, Rabu..
Robin sering melawati Jalan Tomang Raya itu menilai kebijakan ganjil-genap memiliki tujuan yang baik namun ia tidak setuju jika taksi daring diperbolehkan melintas, ia menilai kebijakan itu gagal.
“Saya dengar ada pengecualian, untuk taksi daring jadi bebas melintas di kawasan ganjil genap, saya rasa itu tidak adil, sama saja, taksi daring sekarang banyak, percuma kalau mereka dibebaskan, gagal kebijakan ini,” kata Robin.
Robin tinggal di kawasan Taman Anggrek, Jakarta Barat. Setiap Senin-Jumat untuk pergi dan pulang kerja, Ia harus melintasi kawasan yang terkena sistem ganjil genap, kantornya di kawasan Jalan Medan Merdeka Barat melewati Jalan Tomang Raya, Jalan Suryopranoto, Jalan Balikpapan dan Jalan Kyai Caringin.
Begitu juga yang diungkapkan Rizki (32), warga Tomang, Jakarta Barat. Rizki setuju dengan diberlakukan perluasan ganjil genap namun tak setuju bila taksi daring dan kendaraan roda dua bisa bebas melintas di kawasan ganjil genap.
“Saya setuju adanya kebijakan perluasan ganjil genap namun kalau kendaraan pribadi yang diatur terus angkutan online dan sepeda motor g diatur pasti hasilnya kurang maksimal,” kata Rizki.
Menurutnya, Pemprov DKI harus berani mengurangi mobilitas taksi daring dan kendaraan roda dua.
“Saya pernah baca katanya populasi terbesar kendaraan bermotor adalah sepeda motor 75 persen dan sisanya mobil 23 persen, jadi sebenarnya Pemprov harus melek dengan data itu, jadi acuan dalam mengambil kebijakan,” kata Rizki.
Salah satunya warga Jakarta Barat, Robin (27), mengaku sangat mendukung kebijakan Pemprov DKI Jakarta.
“Saya setuju dengan kebijakan sistem ganjil genap. Apalagi tujuannya baik, biar enggak macet," kata Robin di Jakarta, Rabu..
Robin sering melawati Jalan Tomang Raya itu menilai kebijakan ganjil-genap memiliki tujuan yang baik namun ia tidak setuju jika taksi daring diperbolehkan melintas, ia menilai kebijakan itu gagal.
“Saya dengar ada pengecualian, untuk taksi daring jadi bebas melintas di kawasan ganjil genap, saya rasa itu tidak adil, sama saja, taksi daring sekarang banyak, percuma kalau mereka dibebaskan, gagal kebijakan ini,” kata Robin.
Robin tinggal di kawasan Taman Anggrek, Jakarta Barat. Setiap Senin-Jumat untuk pergi dan pulang kerja, Ia harus melintasi kawasan yang terkena sistem ganjil genap, kantornya di kawasan Jalan Medan Merdeka Barat melewati Jalan Tomang Raya, Jalan Suryopranoto, Jalan Balikpapan dan Jalan Kyai Caringin.
Begitu juga yang diungkapkan Rizki (32), warga Tomang, Jakarta Barat. Rizki setuju dengan diberlakukan perluasan ganjil genap namun tak setuju bila taksi daring dan kendaraan roda dua bisa bebas melintas di kawasan ganjil genap.
“Saya setuju adanya kebijakan perluasan ganjil genap namun kalau kendaraan pribadi yang diatur terus angkutan online dan sepeda motor g diatur pasti hasilnya kurang maksimal,” kata Rizki.
Menurutnya, Pemprov DKI harus berani mengurangi mobilitas taksi daring dan kendaraan roda dua.
“Saya pernah baca katanya populasi terbesar kendaraan bermotor adalah sepeda motor 75 persen dan sisanya mobil 23 persen, jadi sebenarnya Pemprov harus melek dengan data itu, jadi acuan dalam mengambil kebijakan,” kata Rizki.
Pewarta: Galih Pradipta
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019
Tags: