Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan pemerintah telah mematok target pada tahun 2025, pasokan pembangkit listrik dari energi panas bumi mencapai 7.200 megawatt (MW).

Ia mengatakan sumber energi panas bumi yang terbukti ramah terhadap lingkungan, pengembangannya mendapat banyak dukungan dari semua pihak bukan hanya dari pemerintah saja. Energi panas bumi bukan hanya energi untuk masa kini, tapi juga untuk besok dan untuk generasi selanjutnya.

"Dukungan pengembangan panas bumi sebagai sumber energi mendapat dukungan dari banyak pihak bukan hanya dari Pemerintah, tapi juga dari rakyat Indonesia dan seluruh pemangku kepentingan," ujar Arcandra pada acara Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE) 2019 di Jakarta, Selasa.

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan potensi panas bumi yang terbesar dengan total potensi yang mencapai 25,3 GW dan tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Karena potensi besar tersebut, pemerintah menargetkan kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi pada tahun 2025 bisa mencapai kurang lebih 7.200 MW.

"Untuk mencapai pemanfaatan energi terbarukan sebanyak yang sudah ditargetkan yakni 23 persen pada tahun 2025 diperlukan langkah kerja keras kita bahwa 23 persen itu tidak saja ditulis sebagai landasan kita untuk menuju tujuan tersebut, tapi harus juga bekerja keras untuk mewujudkannya, birokrasi yang sederhana agar pengurusan izin-izin bisa kita pangkas," kata Arcandra.

Pada kesempatan yang sama Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla membuka secara resmi Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE) 2019. IIGCE ke-7 yang dilaksanakan sejak hari ini hingga tanggal 15 Agustus 2019 mendatang mengusung tema "Making Geothermal the Energy of Today".

Dalam sambutannya Jusuf Kalla meminta pengembangan panas bumi sebagai sumber energi listrik dapat dipercepat sehingga pemanfaatannya dapat ditingkatkan menjadi lebih besar lagi dalam porsi bauran energi nasional.

"Geothermal di Indonesia seperti kita tahu bukan hal yang baru, 35 tahun yang lalu Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Kamojang sudah beroperasi, jadi PLTP itu bukan hal yang baru sudah 35 tahun yang lalu kita sudah mengenal geothermal di Indonesia. Menyusul kemudian PLTP Dieng, Patuha, Lahendong di Manado, semuanya sudah puluhan tahun," ujar Jusuf Kalla.

Pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi di Indoneisa menurut Jusuf Kalla terasa masih sangat lambat. Pemanfaatan panas bumi dengan 35 tahun pengalaman saat ini baru mencapai sekitar 2.000 MW. "Walaupun sudah 7 kali melaksanakan konvensi ini namun pemanfaatannya masih sangat lambat sekali, sudah tujuh kali melaksanakan pameran dan konvensi hasilnya baru 2.000 MW, padahal telah memiliki 35 tahun pengalaman," lanjut Wapres.

Menurutnya, perkembangan yang lambat juga menimpa sumber-sumber energi terbarukan lainnya bukan hanya panas bumi, hal ini harus menjadi bahan kajian dan pelajaran bagi Kementerian dan instansi-instansi lainnya untuk mencari cara agar perkembangannya bisa menjadi lebih cepat.

Baca juga: Emisi panas bumi lebih ramah lingkungan ketimbang batu bara
Baca juga: Potensi kapasitas terpasang panas bumi Indonesia 1948,5 MW
Baca juga: PLTP Dieng skala kecil 10 MW resmi dibangun