Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas perkara Direkur PT Wisata Bahagia Indonesia (WBI) atau pengelola Wyndham Sundancer Lombok Liliana Hidayat (LIL) ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Liliana merupakan tersangka kasus suap terkait penanganan perkara penyalahgunaan izin tinggal di lingkungan Kantor Imigrasi Nusa Tenggara Barat (NTB) Tahun 2019.

"Hari ini, jaksa penuntut umum KPK telah melimpahkan berkas perkara atas nama terdakwa Liliana Hidayat ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram. Berikutnya jadwal persidangan akan ditentukan oleh pihak pengadilan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.

Febri menyatakan terdakwa Liliana akan segera dibawa ke Mataram setelah proses pengobatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta selesai dilakukan.

"Ada tindakan operasi yang harus dilalui terdakwa saat ini," ungkap Febri.

Baca juga: Dua pejabat Imigrasi Mataram tersangka suap terancam dipecat

Selain Liliana, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Kepala Kantor Imigrasi Klas I Mataram Kurniadie (KUR) dan Kepala Seksi Intelejen dan Penindakan Kantor Imigrasi Klas I Mataram Yusriansyah Fazrin (YRI).

"Sedangkan untuk tersangka KUR dan YRI masih dalam proses penyidikan di KPK," kata Febri.

Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa PPNS di Kantor Imigrasi Klas I Mataram mengamankan dua WNA dengan inisial BGW dan MK yang diduga menyalahgunakan izin tinggal.

Mereka diduga masuk menggunakan visa sebagai turis biasa tetapi ternyata diduga bekerja di Wyndham Sundancer Lombok. PPNS lmigrasi setempat menduga dua WNA ini melanggar Pasal 122 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Baca juga: Pejabat imigrasi tersangka suap masih terima gaji ASN

Merespons penangkapan tersebut, Liliana perwakilan Manajemen Wyndham Sundancer Lombok diduga mencoba mencari cara melakukan negosiasi dengan PPNS Kantor lmigrasi Klas I Mataram agar proses hukum dua WNA tersebut tidak berlanjut.

Kantor Imigrasi Klas I Mataram telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) untuk dua WNA tersebut tanggal 22 Mei 2019. Yusriansyah kemudian menghubungi Liliana untuk mengambil SPDP tersebut.

Permintaan pengambilan SPDP itu diduga sebagai kode untuk menaikan harga untuk menghentikan kasus.

Liliana kemudian menawarkan uang sebesar Rp300 juta untuk menghentikan kasus tarsebut, namun Yusriansyah menolak karena jumlahnya sedikit. Dalam proses komunikasi terkait biaya mengurus perkara tersebut Yusriansyah berkoordinasi dengan atasannya Kurniadie.

Baca juga: Imigrasi Mataram: kami akan bersikap kooperatif

Selanjutnya, diduga terjadi pertemuan antara Yusriansyah dan Liliana untuk kembali membahas negosiasi harga.

Dalam OTT itu, KPK mengungkap modus baru yang digunakan Yusriansyah, Liliana, dan Kurniadie dalam negosiasi uang suap, yaitu menuliskan tawaran Liliana di atas kertas dengan kode tertentu tanpa berbicara dan kemudian Yusriansyah melaporkan pada Kurniadie untuk mendapat arahan atau persetujuan.

Akhirnya disepakati jumlah uang untuk mengurus perkara dua WNA tersebut adalah Rp1,2 miliar.