Jakarta (ANTARA) - Pengamat transportasi dari Institut Studi Transportasi (Instan) Deddy Herlambang menyarankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar menerapkan kebijakan ganjil genap secara "full day" atau sehari penuh.
"Kalau pemerintah itu memang serius untuk mengurangi macet dan menekan polusi udara maka seharusnya ya 'full day' seperti saat Asian Games," kata dia, saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.
Berkaca pada penyelenggaraan Asian Games, kata dia, udara dan arus lalu lintas di ibu kota terasa cukup baik dengan adanya penerapan ganjil genap dari pagi hingga pukul 20.00 WIB.
"Saat Asian Games langitnya cerah, publik menggunakan angkutan umum serta naik taksi pun yang biasanya satu jam hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit," katanya.
Kebijakan tersebut lah menurut dia yang harus diterapkan kembali oleh Pemprov DKI Jakarta jika serius ingin mengurai kemacetan dan menangani persoalan polusi udara.
Saat ini Pemprov DKI Jakarta telah menetapkan penerapan ganjil genap setiap Senin hingga Jumat yang terbagi atas dua shift waktu, yaitu pagi dan sore.
Untuk pagi hari dimulai pukul 06.00 WIB hingga pukul 10.00 WIB dan sore 16.00 WIB sampai pukul 21.00 WIB. Menurut Deddy yang juga Direktur Instan seharusnya penerapan ganjil genap harus penuh tanpa ada jeda waktu.
Ia berpendapat masyarakat tetap bisa menggunakan jalan raya pada rentang waktu pukul 10.00 WIB hingga 16.00 WIB sehingga kemacetan dan polutan akan tetap terjadi.
Secara umum ia menilai penerapan kebijakan ganjil genap memang dapat menekan kemacetan namun, tidak memberikan jaminan penuh terhadap persoalan polutan jika pelaksanaannya kurang maksimal.
"Jadi kesimpulannya masyarakat akan memilih jam atau ruas jalan tertentu yang tidak terkena ganjil genap sehingga masalah polusi udara dan kemacetan tidak ada pengurangan," ujar dia.
Pengamat sarankan penerapan ganjil genap 'full day'
13 Agustus 2019 16:43 WIB
Kendaraan melintas di salah satu ruas jalan ganjil genap di Ibu Kota Jakarta. (ANTARA News (Muhammad Zulfikar)
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019
Tags: