Kemkominfo sebut berita palsu adalah musuh bersama
13 Agustus 2019 15:32 WIB
Diskusi Publik "Teknologi Informasi dan Komunikasi Bagi Generasi Milenial" yang diadakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI di Yogyakarta, Selasa (13/8/2019). (ANTARA News/Hery Sidik)
Yogyakarta (ANTARA) - Kepala Sub Direktorat Informasi Hukum dan Politik Keamanan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Heni Prastiwi mengatakan berita palsu atau hoaks adalah musuh bersama karena dapat memecah belah persatuan.
"Kominfo (Kementerian) selalu menyiarkan atau menyuarakan tentang berita palsu itu adalah musuh kita," kata Heni pada Diskusi Publik "Teknologi Informasi dan Komunikasi Bagi Generasi Milenial" di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, berita palsu, berita bohong atau fitnah yang sering disebut dengan hoaks adalah musuh utama bersama karena dampak yang diakibatkan dapat memecah belah, menghancurkan budaya dan menghancurkan persatuan.
"Itu adalah musuh yang utama. Makanya saat ini kita diminta untuk menjaga bangsa ini, untuk berbuat sesuatu kepada bangsa ini supaya tidak terpecah belah, supaya cita-cita dari para leluhur dan para pahlawan kita tercapai," katanya.
Baca juga: Wakil Ketua MPR berharap lembaga penyiaran jadi media penyeimbang
Baca juga: Pada bencana alam, tantangan baru "hoax", sebut Klinik Digital UI
Heni mengatakan, hoaks tersebut beredar karena kurangnya pemahaman terhadap undang-undang yang dibuat Kementerian Kominfo dan DPR yang mengatur semua informasi dan komunikasi yang beredar di dunia maya atau internet.
Dia juga mengatakan, yang didapatkan masyarakat saat ini adalah informasi yang setiap detiknya tanpa diminta dan tanpa diharapkan hadir di telepon seluler (ponsel) pintar yang selalu dalam genggaman generasi milenial.
"Kalau dulu kita memerlukan informasi harus cari koran atau menunggu berita di televisi yang hanya ada dua, namun saat ini telah berkembang internet sehingga informasi itu berkembang begitu pesatnya, tanpa kita sadari baik itu positif dan negatif," katanya.
Karena itu, dia mengatakan, terhadap informasi yang diterima saat ini haruslah masyarakat bisa pintar memilih dan memilah. Kemudian untuk mengetahui benar-salahnya berita itu harus terlebih dulu dipastikan kebenarannya.
"Sedangkan kita sendiri apabila menyampaikan informasi itu ke orang-orang kalau kita sudah meyakini informasi itu benar. Jadi bijaklah dalam berkomunikasi di dunia maya yang sering kita sebut internet, karena semua itu ada aturannya," katanya.
Baca juga: BMKG imbau jangan percayai prediksi gempa M 9,0 pascagempa Banten
Baca juga: Kominfo konsisten basmi hoax dengan tiga cara
Heni mengatakan, persatuan dan kesatuan itu bukan hanya Indonesia saja yang menginginkan, tetapi beberapa negara lain juga mempunyai semboyan persatuan sehingga betapa pentingnya menjaga persatuan untuk sebuah negara.
"Kita jangan mau dihancurkan oleh berita hoaks, berita fitnah. Maka itu Kominfo hadir di sini untuk mengajak para milenial bijak berinternet, jangan sampai terbawa arus dengan berita hoaks, berita hoaks bukan hanya di sektor politik dan agama, tapi mencapai seluruh sendi-sendi kehidupan," katanya.
Baca juga: Gubernur Sulteng Longki Djanggola merasa dilecehkan dengan kasus hoax
Baca juga: NasDem Sulteng serahkan kasus Yahdi Basma ke Polda Sulawesi Tengah
"Kominfo (Kementerian) selalu menyiarkan atau menyuarakan tentang berita palsu itu adalah musuh kita," kata Heni pada Diskusi Publik "Teknologi Informasi dan Komunikasi Bagi Generasi Milenial" di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, berita palsu, berita bohong atau fitnah yang sering disebut dengan hoaks adalah musuh utama bersama karena dampak yang diakibatkan dapat memecah belah, menghancurkan budaya dan menghancurkan persatuan.
"Itu adalah musuh yang utama. Makanya saat ini kita diminta untuk menjaga bangsa ini, untuk berbuat sesuatu kepada bangsa ini supaya tidak terpecah belah, supaya cita-cita dari para leluhur dan para pahlawan kita tercapai," katanya.
Baca juga: Wakil Ketua MPR berharap lembaga penyiaran jadi media penyeimbang
Baca juga: Pada bencana alam, tantangan baru "hoax", sebut Klinik Digital UI
Heni mengatakan, hoaks tersebut beredar karena kurangnya pemahaman terhadap undang-undang yang dibuat Kementerian Kominfo dan DPR yang mengatur semua informasi dan komunikasi yang beredar di dunia maya atau internet.
Dia juga mengatakan, yang didapatkan masyarakat saat ini adalah informasi yang setiap detiknya tanpa diminta dan tanpa diharapkan hadir di telepon seluler (ponsel) pintar yang selalu dalam genggaman generasi milenial.
"Kalau dulu kita memerlukan informasi harus cari koran atau menunggu berita di televisi yang hanya ada dua, namun saat ini telah berkembang internet sehingga informasi itu berkembang begitu pesatnya, tanpa kita sadari baik itu positif dan negatif," katanya.
Karena itu, dia mengatakan, terhadap informasi yang diterima saat ini haruslah masyarakat bisa pintar memilih dan memilah. Kemudian untuk mengetahui benar-salahnya berita itu harus terlebih dulu dipastikan kebenarannya.
"Sedangkan kita sendiri apabila menyampaikan informasi itu ke orang-orang kalau kita sudah meyakini informasi itu benar. Jadi bijaklah dalam berkomunikasi di dunia maya yang sering kita sebut internet, karena semua itu ada aturannya," katanya.
Baca juga: BMKG imbau jangan percayai prediksi gempa M 9,0 pascagempa Banten
Baca juga: Kominfo konsisten basmi hoax dengan tiga cara
Heni mengatakan, persatuan dan kesatuan itu bukan hanya Indonesia saja yang menginginkan, tetapi beberapa negara lain juga mempunyai semboyan persatuan sehingga betapa pentingnya menjaga persatuan untuk sebuah negara.
"Kita jangan mau dihancurkan oleh berita hoaks, berita fitnah. Maka itu Kominfo hadir di sini untuk mengajak para milenial bijak berinternet, jangan sampai terbawa arus dengan berita hoaks, berita hoaks bukan hanya di sektor politik dan agama, tapi mencapai seluruh sendi-sendi kehidupan," katanya.
Baca juga: Gubernur Sulteng Longki Djanggola merasa dilecehkan dengan kasus hoax
Baca juga: NasDem Sulteng serahkan kasus Yahdi Basma ke Polda Sulawesi Tengah
Pewarta: Hery Sidik
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019
Tags: