Yosi: kreativitas seni sulit berkembang karena pikiran porno
12 Agustus 2019 18:50 WIB
Josis Mokalu atau yang lebih akrab disapa Yosi Project Pop, selepas diskusi konten asusila di Jakarta, Senin, (12/08/2019). (ANTARA News/Boyke Ledy Watra)
Jakarta (ANTARA) - Hermann Josis Mokalu atau yang lebih akrab disapa Yosi Project Pop mengatakan kreativitas seni menjadi sulit berkembang karena perilaku orang-orang yang memiliki pikiran porno.
Yosi dalam dalam diskusi bertajuk "Sarasehan Nasional Penanganan Konten Asusila di Dunia Maya" di Gedung Museum Nasional di Jakarta, Senin, mengatakan semua pihak semestinya dapat membedakan kreativitas seni dengan konten asusila.
"Memang harus dibedakan antara konten porno dengan pemikiran yang porno. Kalau pemikiran porno dengan konten yang tidak porno sama sekali, tetap saja porno jadinya. (Misalnya), melihat dua bakpao di piring saja bisa terangsang," kata dia.
Sebelum ada dunia digital, orang menilai lukisan tubuh seseorang tanpa pakaian sebagai karya seni karena melihatnya bukan dengan pikiran yang porno.
Baca juga: KPAI minta sekolah edukasi anak dalam memilah konten internet
"Dan banyak konten kreator YouTube yang benar-benar memang ingin menyuarakan seni kreativitas mereka, tetapi jadi dipersoalkan karena dianggap melanggar susila," ujar Yosi.
Pria kelahiran Jakarta 48 silam itu menilai masyarakat tidak semestinya menyikapi konten yang diduga asusila hanya dengan menyalahkan konten kreator saja.
"Sebenarnya, kontennya (bersifat) netral, tapi pemikiran negatif ya jadi negatif. Jadi (hal) yang mesti dibenerin juga masyarakatnya. (Semestinya) tidak menjadi masyarakat yang penuh kebencian dan penuh pemikiran yang negatif," katanya.
Yosi menambahkan masyarakat perlu edukasi tentang susila dan pendidikan seks yang komprehensif agar tepat memandang hal yang bersfiat pornografi.
Baca juga: Kominfo utamakan pembinaan untuk konten asusila "abu-abu"
Yosi dalam dalam diskusi bertajuk "Sarasehan Nasional Penanganan Konten Asusila di Dunia Maya" di Gedung Museum Nasional di Jakarta, Senin, mengatakan semua pihak semestinya dapat membedakan kreativitas seni dengan konten asusila.
"Memang harus dibedakan antara konten porno dengan pemikiran yang porno. Kalau pemikiran porno dengan konten yang tidak porno sama sekali, tetap saja porno jadinya. (Misalnya), melihat dua bakpao di piring saja bisa terangsang," kata dia.
Sebelum ada dunia digital, orang menilai lukisan tubuh seseorang tanpa pakaian sebagai karya seni karena melihatnya bukan dengan pikiran yang porno.
Baca juga: KPAI minta sekolah edukasi anak dalam memilah konten internet
"Dan banyak konten kreator YouTube yang benar-benar memang ingin menyuarakan seni kreativitas mereka, tetapi jadi dipersoalkan karena dianggap melanggar susila," ujar Yosi.
Pria kelahiran Jakarta 48 silam itu menilai masyarakat tidak semestinya menyikapi konten yang diduga asusila hanya dengan menyalahkan konten kreator saja.
"Sebenarnya, kontennya (bersifat) netral, tapi pemikiran negatif ya jadi negatif. Jadi (hal) yang mesti dibenerin juga masyarakatnya. (Semestinya) tidak menjadi masyarakat yang penuh kebencian dan penuh pemikiran yang negatif," katanya.
Yosi menambahkan masyarakat perlu edukasi tentang susila dan pendidikan seks yang komprehensif agar tepat memandang hal yang bersfiat pornografi.
Baca juga: Kominfo utamakan pembinaan untuk konten asusila "abu-abu"
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Imam Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: