Manajemen lama KIJA tolak perubahan pengendali hasil RUPS
12 Agustus 2019 17:29 WIB
Penasihat Hukum PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA), Yozua Makes (kanan), Komisaris Jababeka, S.D Darmono (kiri), dan Direktur Utama KIJA Tedjo Budianto Liman (tengah) melakukan dialog dengan sejumlah pewarta di Jakarta, Senin (12/8/2019). (ANTARA/ Zubi Mahrofi)
Jakarta (ANTARA) - Manajemen lama PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) menegaskan menolak terjadinya perubahan pemegang pengendali (change of control) perusahaan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 26 Juni lalu.
"RUPS memang sah, namun dipertanyakan agenda ke-5 perihal perubahan susunan direksi dan dewan komisaris," kata Penasihat Hukum KIJA, Yozua Makes di Jakarta, Senin.
Menurut dia, agenda ke-5 itu dinilai tidak sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau "good corporate governance" (GCG).
"Saya tegaskan posisi daripada perseroan, ini bukan bicara mengenai kubu-kubuan, ini bicara GCG," ucapnya.
Ia memaparkan dalam agenda itu tidak ada rekomendasi dari Komite Nominasi dan Remunerasi KIJA untuk pengangkatan Direktur Utama KIJA yang baru.
"Kami ingatkan, ada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengatur. Kalau Direktur Utama diganti harus ada rekomendasi dari dewan komisaris, dan itu tidak diperoleh," katanya.
Terkait dengan perolehan rekomendasi dari Komite Nominasi dan Remunerasi, itu diatur dalam POJK No.33/POJK.04/2014 Pasal 7, usulan pengangkatan, pemberhentian dan atau pergantian anggota direksi kepada RUPS harus memperhatikan rekomendasi dari dewan komisaris atau komite yang menjalankan fungsi nominasi.
Pemenuhan atas peraturan itu, lanjut dia, adalah bagian dari GCG oleh suatu perusahaan terbuka. Tidak diperolehnya rekomendasi dimaksud sebelum dimintakan persetujuan dari RUPS merupakan suatu pelanggaran peraturan OJK.
"Agenda RUPS merupakan proses tertinggi dalam pengambilan keputusan strategis perseroan, karena itu proses RUPS harus dilakukan sesuai aturan," katanya.
Sementara itu, pendiri dan komisaris Jababeka, S.D Darmono mengatakan pada intinya, apa yang saat ini terjadi merupakan semangat manajamen lama untuk melindungi pemegang saham secara keseluruhan.
"Change of control ini baru dikatakan potensi, belum kenyataan," ujarnya.
Kejadian yang terjadi, lanjut dia, juga tidak ada mempengaruhi kinerja perseroan saat ini. Hal ini, terbukti dari kinerja saham Jababeka yang menurutnya masih dalam keadaan baik.
Sebelumnya, RUPS KIJA pada 26 Juni 2019 lalu menyetujui pengangkatan Sugiharto sebagai direktur utama dan Aries Liman sebagai komisaris yang baru. Pengangkatan Sugiharto dan Aries Liman inilah yang diprotes manajemen lama.
Sebanyak tujuh pemegang saham KIJA pun mengajukan gugatan hukum atas keputusan hasil RUPS tersebut, sehingga keputusan agenda kelima RUPS Jababeka belum berlaku secara efektif sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Baca juga: Menperin puji kawasan industri dengan fasilitas lengkap
Baca juga: PT Jababeka resmikan PLTGU 130 Megawatt
"RUPS memang sah, namun dipertanyakan agenda ke-5 perihal perubahan susunan direksi dan dewan komisaris," kata Penasihat Hukum KIJA, Yozua Makes di Jakarta, Senin.
Menurut dia, agenda ke-5 itu dinilai tidak sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau "good corporate governance" (GCG).
"Saya tegaskan posisi daripada perseroan, ini bukan bicara mengenai kubu-kubuan, ini bicara GCG," ucapnya.
Ia memaparkan dalam agenda itu tidak ada rekomendasi dari Komite Nominasi dan Remunerasi KIJA untuk pengangkatan Direktur Utama KIJA yang baru.
"Kami ingatkan, ada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengatur. Kalau Direktur Utama diganti harus ada rekomendasi dari dewan komisaris, dan itu tidak diperoleh," katanya.
Terkait dengan perolehan rekomendasi dari Komite Nominasi dan Remunerasi, itu diatur dalam POJK No.33/POJK.04/2014 Pasal 7, usulan pengangkatan, pemberhentian dan atau pergantian anggota direksi kepada RUPS harus memperhatikan rekomendasi dari dewan komisaris atau komite yang menjalankan fungsi nominasi.
Pemenuhan atas peraturan itu, lanjut dia, adalah bagian dari GCG oleh suatu perusahaan terbuka. Tidak diperolehnya rekomendasi dimaksud sebelum dimintakan persetujuan dari RUPS merupakan suatu pelanggaran peraturan OJK.
"Agenda RUPS merupakan proses tertinggi dalam pengambilan keputusan strategis perseroan, karena itu proses RUPS harus dilakukan sesuai aturan," katanya.
Sementara itu, pendiri dan komisaris Jababeka, S.D Darmono mengatakan pada intinya, apa yang saat ini terjadi merupakan semangat manajamen lama untuk melindungi pemegang saham secara keseluruhan.
"Change of control ini baru dikatakan potensi, belum kenyataan," ujarnya.
Kejadian yang terjadi, lanjut dia, juga tidak ada mempengaruhi kinerja perseroan saat ini. Hal ini, terbukti dari kinerja saham Jababeka yang menurutnya masih dalam keadaan baik.
Sebelumnya, RUPS KIJA pada 26 Juni 2019 lalu menyetujui pengangkatan Sugiharto sebagai direktur utama dan Aries Liman sebagai komisaris yang baru. Pengangkatan Sugiharto dan Aries Liman inilah yang diprotes manajemen lama.
Sebanyak tujuh pemegang saham KIJA pun mengajukan gugatan hukum atas keputusan hasil RUPS tersebut, sehingga keputusan agenda kelima RUPS Jababeka belum berlaku secara efektif sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Baca juga: Menperin puji kawasan industri dengan fasilitas lengkap
Baca juga: PT Jababeka resmikan PLTGU 130 Megawatt
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: