KSBSI: Pembahasan Revisi UU Ketenagakerjaan harus libatkan buruh
12 Agustus 2019 17:19 WIB
Ilustrasi - Massa yang tergabung dalam berbagai elemen Serikat Buruh Indonesia berunjuk rasa menuntut revisi UU Ketenagakerjaan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (16/12). Sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya menolak rencana revisi Undang-undang nomer 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk dilakukan perubahan, karena mengarah pemberangusan hak-hak pekerja, bukan untuk melindungi hak-hak buruh. (FOTO ANTARA/Yudhi Mahatma)
Jakarta (ANTARA) - Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mengatakan wacana terkait UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan harus melibatkan buruh.
"Buruh tidak akan setuju jika revisi UU Ketenagakerjaan malah merugikan kaum buruh, seperti pengurangan hak-hak jaminan sosial, jamian kesejahteraan dan pesangon," Ketua Departemen Lobi dan Humas KSBSI Andy William Sianga saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Usulan untuk merevisi UU Ketanagakerjaan datang dari pihak pengusaha seperti yang disampaikan Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) dan Kadin (Kamar Dagang Indonesia).
Usulan tersebut pun telah disampaikan kepada Presiden Indonesia Joko Widodo di istana beberapa waktu yang lalu.
Mereka berdalih UU Ketenagakerjaan yang sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini membuat investor lebih memilih negara lain ketimbang ke Indonesia karena biayanya yang lebih mahal.
"Oleh sebab itu KSBSi meminta pemerintah harus bertanggung jawab menyikapi rencana revisi UU Ketenagakerjaan ini, karena revisi ini menimbulkan perdebatan yang tidak ada jelas juntrungannya," katanya.
Ia mengatakan memang sampai saat ini belum ada pernyataan atau draft yang resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait revisi tersebut. Pembahasan rencana revisi UU Ketenagakerjaan pun belum masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) DPR RI.
Oleh sebab itu KSBSI meminta pemerintah tidak diam dan harus segera mengklarifikasi rencana revisi UU Ketenagakerjaan ini agar dapat menciptakan stabilitas dalam hubungan industrial dan tidak menimbulkan polemik.
"Kalaupun rencana revisi ini ada, kami mengusulkan harus dibahas dulu dalam lembaga tripartit nasional, di mana Menteri Ketenagakerjaan sebagai ketuanya," kata dia.
Tak hanya KSBSI, sejumlah serikat buruh pun menolak adanya wacana tersebut. Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) mengatakan dengan revisi UU Ketenagakerjaan tersebut, maka telah mengurangi nilai perlindungan dan kesejahteraan para buruh.
"Kalau memang mau meningkatkan investasi harusnya yang direvisi adalah undang-undang terkait investasi, bukan UU Ketenagakerjaan," kata Presiden KSPI Said Iqbal.
Baca juga: KSPI minta Presiden segera merevisi PP Nomor 78
Baca juga: UU Ketenagakerjaan hambat investor asing masuk ke Indonesia
"Buruh tidak akan setuju jika revisi UU Ketenagakerjaan malah merugikan kaum buruh, seperti pengurangan hak-hak jaminan sosial, jamian kesejahteraan dan pesangon," Ketua Departemen Lobi dan Humas KSBSI Andy William Sianga saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Usulan untuk merevisi UU Ketanagakerjaan datang dari pihak pengusaha seperti yang disampaikan Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) dan Kadin (Kamar Dagang Indonesia).
Usulan tersebut pun telah disampaikan kepada Presiden Indonesia Joko Widodo di istana beberapa waktu yang lalu.
Mereka berdalih UU Ketenagakerjaan yang sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini membuat investor lebih memilih negara lain ketimbang ke Indonesia karena biayanya yang lebih mahal.
"Oleh sebab itu KSBSi meminta pemerintah harus bertanggung jawab menyikapi rencana revisi UU Ketenagakerjaan ini, karena revisi ini menimbulkan perdebatan yang tidak ada jelas juntrungannya," katanya.
Ia mengatakan memang sampai saat ini belum ada pernyataan atau draft yang resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait revisi tersebut. Pembahasan rencana revisi UU Ketenagakerjaan pun belum masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) DPR RI.
Oleh sebab itu KSBSI meminta pemerintah tidak diam dan harus segera mengklarifikasi rencana revisi UU Ketenagakerjaan ini agar dapat menciptakan stabilitas dalam hubungan industrial dan tidak menimbulkan polemik.
"Kalaupun rencana revisi ini ada, kami mengusulkan harus dibahas dulu dalam lembaga tripartit nasional, di mana Menteri Ketenagakerjaan sebagai ketuanya," kata dia.
Tak hanya KSBSI, sejumlah serikat buruh pun menolak adanya wacana tersebut. Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) mengatakan dengan revisi UU Ketenagakerjaan tersebut, maka telah mengurangi nilai perlindungan dan kesejahteraan para buruh.
"Kalau memang mau meningkatkan investasi harusnya yang direvisi adalah undang-undang terkait investasi, bukan UU Ketenagakerjaan," kata Presiden KSPI Said Iqbal.
Baca juga: KSPI minta Presiden segera merevisi PP Nomor 78
Baca juga: UU Ketenagakerjaan hambat investor asing masuk ke Indonesia
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: