Yogyakarta (ANTARA News) - Nasib Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sampai sekarang masih tidak jelas juntrungannya. Sedangkan, dua hal yang sudah jelas adalah masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY akan habis pada Oktober 2008, serta keinginan sebagian masyarakat DIY, agar pasangan Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam IX ditetapkan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DIY periode 2008-2013. Sebagian masyarakat DIY menolak pemilihan gubernur (pilgub), meskipun ketentuan itu nantinya diamanatkan Undang-Undang Keistimewaan (UUK) DIY. Ketua DPRD DIY, Djuwarto, mengatakan bahwa perpanjangan masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY layak diterapkan, jika sampai batas akhir masa tugas Oktober 2008 RUUK DIY belum disahkan menjadi undang-undang. "Perpanjangan masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY merupakan salah satu solusi untuk mengisi kekosongan jabatan, sebelum RUUK DIY disahkan menjadi undang-undang," katanya. Menurut dia, perpanjangan masa jabatan Gubernur dan Wakil gubernur DIY dapat dilakukan dengan Keputusan Presiden (Keppres) RI, dan tidak perlu memakai UU. "Keppres tersebut sudah berkekuatan hukum untuk memperpanjang masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, sambil menunggu pengesahan RUUK DIY menjadi Undang-Undang," katanya. Meskipun demikian, ia bisa memahami, apabila berdasarkan aspirasi masyarakat, yang diinginkan adalah penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY periode 2008-2013 tetap dijabat Sultan HB X dan Paku Alam IX. Kata Djuwarto, keinginan masyarakat tersebut adalah aspirasi yang paling banyak masuk ke DPRD DIY. "Nantinya aspirasi itu akan dirumuskan oleh DPRD untuk dijadikan keputusan, dan diharapkan keputusan ini menjadi pertimbangan pemerintah pusat untuk menerbitkan Kepres atau aturan hukum lain terkait dengan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY periode 2008-2013," katanya. Rapat paripurna DPRD DIY pada Rabu (23/4) memutuskan untuk membentuk panitia khusus (pansus) tindak lanjut aspirasi masyarakat tentang pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY periode 2008-2013. "Pembentukan pansus itu sebagai sikap politik DPRD DIY terhadap penyempurnaan status hukum eksistensi DIY," kata Djuwarto. Pansus ini diketuai Dedy Suwadi, Wakil Ketua Ternalem dan Sekretaris Noor Harish, yang beranggotakan 16 orang. Ia mengatakan, salah satu tugas pansus adalah menyerap dan membahas tindak lanjut aspirasi masyarakat yang masuk ke DPRD, terkait dengan pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY periode 2008-2013. Pansus juga akan menerima dan menampung semua aspirasi masyarakat, baik yang menghendaki penetapan maupun pemilihan gubernur. Selain itu, pansus akan membahas dan menindaklanjuti aspirasi yang masuk untuk menentukan langkah berikutnya dalam menyikapi masalah pengisian jabatan kepala daerah provinsi ini. "Sampai sekarang pemerintah pusat dan DPR RI belum memberikan kejelasan tentang nasib RUUK DIY, yang salah satu isinya menyangkut pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY," katanya. Sementara itu, Sultan HB X mengatakan, dimungkinkan ada masa transisi berkaitan dengan masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY yang akan segera berakhir. "Kemungkinan itu terbuka, namun keputusan ada di tangan Pemerintah Pusat dan DPR RI," katanya. Tetapi, kata Sultan, penting atau tidak penting masa transisi tersebut, bukan dia yang menentukan. "Itu bukan saya yang menentukan," katanya. Ia masih belum bersedia berkomentar banyak mengenai masa transisi tersebut, karena khawatir ada penilaian lain terhadap dirinya, seperti ada kepentingan dalam suksesi tersebut. Sebelumnya, Sultan HB X mengatakan, masa transisi jabatan Gubernur DIY adalah menyangkut konstelasi politik. "Maka, harus dilihat dulu undang-undangnya, seperti apa," katanya. Sedangkan, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, A.A.G.M. Arie Dwipayana berpendapat, apabila skenario Pilgub DIY dipaksakan diterapkan pada Oktober 2008 akan menimbulkan risiko besar. Menurut dia, dalam suatu diskusi di Yogyakarta, Selasa (22/4), risiko dan ongkos politik yang akan ditimbulkan bukan hanya disebabkan oleh sempitnya waktu untuk menyiapkan pemilihan yang bebas dan berkualitas, tetapi juga akan menimbulkan ketegangan, serta resistensi yang luas dari berbagai kekuatan politik yang mengusung penetapan. Arie Dwipayana adalah anggota tim Juruan Ilmu Pemerintahan (JIP) UGM dalam penyusunan RUUK DIY. Oleh karena itu, dalam diskusi `Urgensi Masa Transisi dalam Pengaturan Keistimewaan DIY" dan peluncuran "Monograph on Politics and Government" tersebut ia mengemukakan, diperlukan masa peralihan (transisi) jabatan Gubernur DIY, mengingat kompleksitas dan luasnya perubahan yang ditimbulkan. "Proses perubahan harus dilakukan secara gradual melalui sebuah persiapan yang matang, komprehensif dan mendalam," katanya. Ia mengatakan, dalam masa peralihan yang perlu diatur adalah siapa agen yang bertanggungjawab selama masa peralihan, dan tugas apa yang harus diselesaikan selama masa peralihan. Untuk persoalan pertama, JIP UGM mengusulkan, agar Sultan HB X dan Paku Alam IX ditetapkan sebagai Pejabat (Pj) Gubernur dan Pj Wakil Gubenur DIY untuk menjalankan tugas transisional selama lima tahun ke depan, dalam kedudukan masing-masing, baik sebagai gubernur dan wakil gubernur serta penguasa Kasultanan dan Pakualaman. Ia mengemukakan, Sultan HB X dan Paku Alam IX selain tetap menjalankan tugas sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, mereka juga menjalankan fungsi untuk menyiapkan transisi ke arah keistimewaan yang baru. Sebagai penguasa Kasultanan dan Pakualaman, Sultan HB X dan Paku Alam IX dalam periode transisi melaksanakan tugas antara lain melakukan kodifikasi kerangka umum dan keseluruhan tata cara penggantian Sultan serta Paku Alam di lingkungan Kasultanan dan Pakualaman. "Pelaksanaan tugas itu akan dijadikan rujukan bagi seluruh proses pergantian kepemimpinan Keraton Kasultanan dan Puro Pakualaman Yogyakarta," katanya. Selain itu, menurut Arie, juga sebagai rujukan untuk menyiapkan tata cara penyeleksian dan penetapan, serta syarat yang diperlukan calon gubernur dan wakil gubernur, sebagaimana yang diusulkan parpol sebagai rujukan Parardhya keistimewaan dalam menerima atau menolak calon. Kedudukan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, maka Sultan HB X dan Paku Alam IX menjalankan tugas transisi, antara lain menyiapkan jajaran birokrasi Pemerintahan DIY untuk memasuki era baru pengelolaan pemerintahan istimewa, menyiapkan kerangka umum regulasi yang terkait dengan urusan politik pemerintahan, kebudayaan, pertanahan dan penataan ruang. "Juga menyiapkan dukungan administrasi bagi pelaksanaan keistimewaan DIY, menyiapkan mekanisme konsultasi antara gubernur dan wakil gubernur dengan Parardhya, serta antara DPRD dengan Parardhya sebagai dasar bagi gubernur dan wakil gubernur terpilih, serta DPRD dalam berkomunikasi dengan Parardhya," katanya. Ia menambahkan, semua pembiyaan baik di lingkungan Kasultanan dan Pakualaman maupun Pemprov DIY yang ditimbulkan selama masa transisi, dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). (*)