Wapres: perlu kebijakan tegas untuk transformasi ekonomi Indonesia
9 Agustus 2019 12:45 WIB
Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi pembicara kunci dalam Seminar Market Outlook Bank Mandiri di Hotel Ritz Carlton Pacific Place Jakarta, Rabu (7/8/2019). (Fransiska Ninditya)
Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan kebijakan politis yang tegas menjadi kunci agar perekonomian Indonesia mengalami transformasi dari sektor pertanian tradisional menjadi industri, sehingga tidak tertinggal dari negara-negara di Asia.
"Transformasi itu berjalan dari kebijakan yang keras. Kita memang perlu itu. Jangan kita bikin suatu aturan ketat, tapi kemudian permisif, ubah lagi aturan itu, akhirnya kita tidak mencapai kecepatan. Maka dibutuhkan transformasi itu dengan kebijakan yang keras," kata Wapres JK dalam Seminar Nasional Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju di Hotel Borobudur Jakarta, Jumat.
Selain kebijakan politik, perubahan industri juga memerlukan jumlah wirausahawan yang tinggi, penguasaan teknologi serta modal untuk menjalankan bisnis. Sehingga, untuk menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi maju harus melibatkan Pemerintah serta masyarakat sebagai pelaku usaha dan konsumen.
Baca juga: Wapres: Indonesia terlambat antisipasi perkembangan ekonomi global
"Nilai tambah itu harus dilakukan secara bersama, caranya dengan penguasaan teknologi, ada modal, baru bisa mengubah semua ini dengan political will Pemerintah. Inti daripada transformasi itu bukan hanya kebijakan, tapi juga menimbulkan entrepreneur," jelasnya.
JK mencontohkan negara-negara yang dijuluki The Four Asian Dragons, seperti Korea, Jepang, Taiwan dan Singapura, semuanya mengalami transformasi perekonomian dari agraris ke industri. Akibatnya, perekonomian negara-negara tersebut mengalami nilai tambah dan dapat bersaing di perekonomian global.
Baca juga: Jokowi diharapkan pilih menteri ekonomi dari kalangan profesional
Selain itu, China juga mengalami transformasi ekonomi dari agraris menjadi negara industri dalam kurun waktu 30 tahun, sehingga China menjadi salah satu produsen terbesar di dunia.
"Pekerjaan rumah kita tentu pertama adalah kebijakan yang kuat, keras dan tegas untuk mengubah ekonomi seperti yang dilakukan Lee Kuan Yew (Singapura), Deng Xiaoping (China) dan Park Chung Hee (Korea)," ujarnya.
"Transformasi itu berjalan dari kebijakan yang keras. Kita memang perlu itu. Jangan kita bikin suatu aturan ketat, tapi kemudian permisif, ubah lagi aturan itu, akhirnya kita tidak mencapai kecepatan. Maka dibutuhkan transformasi itu dengan kebijakan yang keras," kata Wapres JK dalam Seminar Nasional Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju di Hotel Borobudur Jakarta, Jumat.
Selain kebijakan politik, perubahan industri juga memerlukan jumlah wirausahawan yang tinggi, penguasaan teknologi serta modal untuk menjalankan bisnis. Sehingga, untuk menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi maju harus melibatkan Pemerintah serta masyarakat sebagai pelaku usaha dan konsumen.
Baca juga: Wapres: Indonesia terlambat antisipasi perkembangan ekonomi global
"Nilai tambah itu harus dilakukan secara bersama, caranya dengan penguasaan teknologi, ada modal, baru bisa mengubah semua ini dengan political will Pemerintah. Inti daripada transformasi itu bukan hanya kebijakan, tapi juga menimbulkan entrepreneur," jelasnya.
JK mencontohkan negara-negara yang dijuluki The Four Asian Dragons, seperti Korea, Jepang, Taiwan dan Singapura, semuanya mengalami transformasi perekonomian dari agraris ke industri. Akibatnya, perekonomian negara-negara tersebut mengalami nilai tambah dan dapat bersaing di perekonomian global.
Baca juga: Jokowi diharapkan pilih menteri ekonomi dari kalangan profesional
Selain itu, China juga mengalami transformasi ekonomi dari agraris menjadi negara industri dalam kurun waktu 30 tahun, sehingga China menjadi salah satu produsen terbesar di dunia.
"Pekerjaan rumah kita tentu pertama adalah kebijakan yang kuat, keras dan tegas untuk mengubah ekonomi seperti yang dilakukan Lee Kuan Yew (Singapura), Deng Xiaoping (China) dan Park Chung Hee (Korea)," ujarnya.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: