Analis: Tokoh pilih ketua umum partai daripada menteri kabinet
8 Agustus 2019 20:27 WIB
Analis politik dari Voxpol Center and Consulting Pangi Syarwi Chaniago (kanan) pada diskusi "Dialektika Demokrasi: Periode kedua Jokowi, Masihkah Larangan Aturan Rangkap Jabatan Diberlakukan?" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis (8/8/2019). (Antaranews/Riza Harahap)
Jakarta (ANTARA) - Analis politik dari Voxpol Center and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai kalau harus memilih jabatan menteri kabinet atau ketua umum partai politik, lebih banyak tokoh yang memilih jabatan ketua umum partai dari pada menteri kabinet.
"Sebagai ketua umum partai, maka tokoh politik itu akan menjadi figur sentral di partainya serta memiliki kewenangan besar dan strategis dalam menjalankan partainya," kata Pangi Syarwi Chaniago pada diskusi "Dialektika Demokrasi: Periode kedua Jokowi, Masihkah Larangan Aturan Rangkap Jabatan Diberlakukan?"
di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.
Baca juga: Surya Paloh tegaskan Partai Nasdem tak minta-minta jatah menteri
Baca juga: Presiden Jokowi pastikan Bali dapat jatah menteri
Pangi Syarwi Chaniago menjelaskan, Presiden terpilih Joko Widodo pada pemilu presiden 2014 saat akan menyusun kabinet, menerapkan syarat bahwa ketua umum partai politik tidak boleh rangkap jabatan sebagai menteri.
Adanya persyaratan dari Presiden terpilih Joko Widodo tersebut, kata Pangi, maka sejumlah ketua umum partai politik yang semua berminat dan mewacanakan ingin menjadi menteri, akhirnya membatalkan niatnya dan menjadi menteri dan menugaskan politisinya menjadi Menteri.
Direktur Eksekutif Voxpol Center and Consulting mencontohkan, Ketua Umum Partai Kebangkitan (PKB) Muhaimin Iskandar memilih di posisi ketua umum partai dengan mengusulkan sejumlah kader terbaiknya menjadi menteri.
Menteri kabinet dari PDI Perjuangan, seperti Puan Maharani, juga memutuskan non-aktif dari jabatannya sebagai ketua DPP PDI Perjuangan.
Kemudian, Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto, memilih mundur dari jabatan ketua umum di partainya karena menjadi Menko Polhukam.
Pangi berharap, pada pembentukan kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo pada periode kedua ini, juga tetap menerapkan aturan, tidak boleh rangkap jabatan ketua umum partai dan menteri kabinet.
"Menteri adalah pembantu presiden yang menjalankan kebijakan presiden di bidangnya, karena itu menteri harus loyal dengan presiden," katanya.
Kalau menteri kabinet rangkap jabatan degan ketua umum partai politik, menurut dia, maka tidak akan fokus menjalankan kebijakan presiden, karena dia juga harus menjalankan partai politik politik yang dipimpinnya.
Pada kesempatan tersebut, Pangi juga menyoroti, posisi Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, yang terpilih sebagai ketua umum Partai Golkar melalui musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) pada Desember 2017.
Menurut Pangi Syarwi, terhadap posisi Airlangga ini, Presiden Joko Widodo menghadapi dilema. "Kalau Airlangga dicopot dari jabatan menteri, maka mencari figur menteri baru harus beradaptasi lagi di kabinet," katanya.
Di sisi lain, Pangi juga melihat, situasi internal Partai Golkar tidak solid, karena adanya faksi-faksi. "Kalau Airlanga sebagai ketua umum Partai Politik tidak 'dipegang' maka dikhawatirkan Partai Golkar sulit untuk berkoordinasi," katanya.
Baca juga: Pengamat nilai wajar PDIP meminta "jatah" kursi menteri ke Jokowi
"Sebagai ketua umum partai, maka tokoh politik itu akan menjadi figur sentral di partainya serta memiliki kewenangan besar dan strategis dalam menjalankan partainya," kata Pangi Syarwi Chaniago pada diskusi "Dialektika Demokrasi: Periode kedua Jokowi, Masihkah Larangan Aturan Rangkap Jabatan Diberlakukan?"
di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.
Baca juga: Surya Paloh tegaskan Partai Nasdem tak minta-minta jatah menteri
Baca juga: Presiden Jokowi pastikan Bali dapat jatah menteri
Pangi Syarwi Chaniago menjelaskan, Presiden terpilih Joko Widodo pada pemilu presiden 2014 saat akan menyusun kabinet, menerapkan syarat bahwa ketua umum partai politik tidak boleh rangkap jabatan sebagai menteri.
Adanya persyaratan dari Presiden terpilih Joko Widodo tersebut, kata Pangi, maka sejumlah ketua umum partai politik yang semua berminat dan mewacanakan ingin menjadi menteri, akhirnya membatalkan niatnya dan menjadi menteri dan menugaskan politisinya menjadi Menteri.
Direktur Eksekutif Voxpol Center and Consulting mencontohkan, Ketua Umum Partai Kebangkitan (PKB) Muhaimin Iskandar memilih di posisi ketua umum partai dengan mengusulkan sejumlah kader terbaiknya menjadi menteri.
Menteri kabinet dari PDI Perjuangan, seperti Puan Maharani, juga memutuskan non-aktif dari jabatannya sebagai ketua DPP PDI Perjuangan.
Kemudian, Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto, memilih mundur dari jabatan ketua umum di partainya karena menjadi Menko Polhukam.
Pangi berharap, pada pembentukan kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo pada periode kedua ini, juga tetap menerapkan aturan, tidak boleh rangkap jabatan ketua umum partai dan menteri kabinet.
"Menteri adalah pembantu presiden yang menjalankan kebijakan presiden di bidangnya, karena itu menteri harus loyal dengan presiden," katanya.
Kalau menteri kabinet rangkap jabatan degan ketua umum partai politik, menurut dia, maka tidak akan fokus menjalankan kebijakan presiden, karena dia juga harus menjalankan partai politik politik yang dipimpinnya.
Pada kesempatan tersebut, Pangi juga menyoroti, posisi Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, yang terpilih sebagai ketua umum Partai Golkar melalui musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) pada Desember 2017.
Menurut Pangi Syarwi, terhadap posisi Airlangga ini, Presiden Joko Widodo menghadapi dilema. "Kalau Airlangga dicopot dari jabatan menteri, maka mencari figur menteri baru harus beradaptasi lagi di kabinet," katanya.
Di sisi lain, Pangi juga melihat, situasi internal Partai Golkar tidak solid, karena adanya faksi-faksi. "Kalau Airlanga sebagai ketua umum Partai Politik tidak 'dipegang' maka dikhawatirkan Partai Golkar sulit untuk berkoordinasi," katanya.
Baca juga: Pengamat nilai wajar PDIP meminta "jatah" kursi menteri ke Jokowi
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019
Tags: